Jumat, 03 Oktober 2008

Sebuah Refleksi

Dr Johannes Leimena

Andar Ismail

Siapa orang yang paling jujur menurut Bung Karno? Jawabnya:
Johannes Leimena! Ini, kata Bung Karno, "Ambillah misalnya Leimena ... saat bertemu dengannya aku merasakan rangsangan indra keenam, dan bila gelombang intuisi dari hati nurani yang begitu keras seperti itu menguasai diriku, aku tidak pernah salah. Aku merasakan dia adalah seorang yang paling jujur yang pernah kutemui".

Kita mempunyai banyak tokoh, tetapi tidak banyak tokoh yang jujur dan berhati murni. Oleh sebab itu, patutlah disambut buku terbitan BPK Gunung Mulia dalam rangka 100 tahun Johannes Leimena berjudul Dr. Johannes Leimena Negarawan Sejati & Politisi Berhati Nurani. Buku ini menolong kita menemukan sosok teladan dan ilham untuk generasi masa kini.
Johannes Leimena, yang akrab dipanggil Om Jo (1905-1977), sejak masa muda sudah terlibat dalam kegiatan pemuda gereja di
Jakarta. Ia sering berkumpul dengan sejumlah pemuda dari berbagai suku di rumah seorang pemuda Tionghoa bernama Sie Kok Liong di Jalan Kramat untuk membicarakan tentang kemerdekaan Indonesia. Rumah Sie Kok Liong itu menjadi tempat deklarasi Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 di mana Leimena mewakili Jong Ambon. Selanjutnya, Leimena juga aktif dalam Gerakan Mahasiswa Kristen.

Leimena lulus dari sekolah kedokteran di Jakarta pada 1930 dan langsung bekerja di RSCM (dulu CBZ ) Jakarta. Pernah pula ia menjadi dokter di RS Imanuel Bandung. Ketika ia menjadi dokter di RS Bayu Asih Purwakarta, ia ditangkap oleh tentara Jepang. Setelah dibebaskan ia ditempatkan di RS Tangerang. Kemudian hari ia pernah menjadi Direktur RS Tjikini Jakarta.
Buku ini mencatat bahwa belum lagi proklamasi kemerdekaan Indonesia berumur setahun, Leimena diangkat menjadi Menteri Kesehatan. Sejak itu jalan hidup Leimena adalah dunia politik. Dengan sistem pemerintahan pada waktu itu, kabinet sering berganti, bahkan dua kali setahun. Tetapi, hampir selalu Leimena dipilih lagi sebagai menteri. Perdana menterinya berganti-ganti antara dari PNI dan Masyumi, namun Leimena tetap dipakai sebagai menteri sehingga ada ucapan "Siapapun perdana menterinya, menterinya Leimena".
Bukan hanya sebagai Menteri Kesehatan dan Menteri Sosial, Leimena pun lima kali menjadi wakil perdana menteri. Secara keseluruhan ia 18 kali menjadi menteri dalam rentang waktu 20 tahun. Lagi pula Leimena pernah sampai tujuh kali memegang fungsi pejabat Presidan RI.
Pribadi Sederhana

Apa yang membuat Leimena dipercaya. Berbagai narasumber dalam buku ini menyebutkan karakter Leimena yang menonjol, yaitu sederhana, jujur dan tenang. Roeslan Abdulgani, mantan Wakil Perdana Menteri menulis, "Mengenang Dr Leimena atau Om Jo adalah mengenang seorang pribadi sederhana. Sederhana dalam cara berpikirnya dan sederhana dalam cara hidupnya. Sederhana tidak dalam arti dangkal, tetapi sederhana dalam arti mendalam. Lurus dan tidak berliku-liku. Wajar seadanya. Tidak dibuat-buat. Om Jo juga pribadi yang setia. Setia kepada cita-citanya. Setia kepada keyakinannya... setia tidak dalam arti 'kepala batu', tetapi setia dalam arti tidak tergoyahkan, lurus, dan tidak berliku-liku. Juga dalam kesetiaannya itu terdapat kewajaran seadanya tanpa dibuat-buat."

Roeslan juga menceritakan pengalamannya ketika mereka terluka dan ditangkap tentara Belanda di Yogya. Tulisnya, "Beliau dapat gusar mengenai nasib orang lain. Tetapi, manakala dirinya sendiri menghadapi kesulitan atau bahaya, dia bersikap tenang. Watak demikian itulah yang saya lihat secara konsisten dalam kharisma Om Jo".

Tentang faktor penentu kepribadian Leimena, Roeslan menulis, "Akar keluarga mereka berkecimpung di bidang pendidikan yang religius Kristiani tampak tubuh dalam pribadinya."
Beberapa narasumber lain dalam buku ini juga memperlihatkan bahwa Leimena sangat dihargai oleh Bung Karno. Setiap kali Presiden Sukarno mendelegasikan wewenang jabatannya sebagai kepala negara, maka orang yang dipilihnya adalah Leimena. Bung Karno menyebutkan Leimena sebagai mijn dominee yaitu 'pendeta saya'. Leimena menjadi hati nurani bagi Bung Karno.
Apakah Leimena tutup mata terhadap kesalahan-kesalahan Bung Karno? Roeslan menjawab, " Om Jo mengetahui adanya kekurangan dan kekhilafan orang lain. Demikian pula kepada Bung Karno dan kawan-kawan lainnya. Beliau selalu berusaha mendekati mereka dengan baik-baik. Tidak untuk menggurui, tetapi sekedar untuk memberi pertimbangan dan nasihat. Om Jo tidak pernah melempar batu kepada mereka itu. Ada pesan Kitab Injil yang selalu menyertai tingkah laku hidupnya. Kalau saya tidak salah dalam Injil Yohanes...yang beliau sering kutip dengan berbisik-bisik kepada saya dan kolega lainnya: Barang siapa di antara kamu tanpa dosa, lemparkanlah batu yang pertama".

Sumbangsih Leimena sebagai hati nurani juga dituturkan oleh Ridwan Saidi, mantan Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Ketika itu Presiden Sukarno berniat membubarkan Masyumi dan HMI karena kedua organisasi ini mengkritik Bung Karno. Ternyata Leimena berprakarsa mencegah Bung Karno membuat keputusan itu.

Historis Tinggi

Buku ini juga memuat tulisan Leimena sendiri yaitu sebuah makalah tentang pendidikan kewarganegaraan berjudul "Kewarganegaraan yang Bertanggung Jawab". Tulisan ini bernilai historis tinggi karena disampaikan dalam konferensi studi yang pertama dalam sejarah PGI, yaitu Konferensi Studi Pendidikan Agama Kristen (PAK) pada 1955. Konferensi inilah yang menetapkan agar sekolah-sekolah teologi mengajarkan rumpun ilmu PAK dan menetapkan STT Jakarta sebagai proyek percontohan.

Tulis Leimena, "Menurut pandangan kekristenan, dasar dari masyarakat ialah apa yang tercantum dalam Mat. 22:37-40: Kasihilah Tuhan, Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan segenap akal budimu ... Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sindiri". Tulis Leimena dengan mengutip Mat . 7:12, : "Di lapangan sosial ekonomi berlaku The Golden Rule: Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka". Lalu Leimena bertanya, "Dapatkah gereja dan umat Kristen mewujudkan apa yang tercantum dalam Mat.22:37-40 dan Mat. 7:12 yang tersebut tadi? Dapatkah ia dalam masyarakat yang bergejolak ini mewujudkan terang dan garam kepercayaannya? Dapatkah ia menjadi hati nurani (geweten) dari masyarakat? Bagaimana juga beratnya, sikap ini adalah sikap warga negara yang bertanggung jawab".

Buku ini memperlihatkan bahwa Leimena adalah suara hati dan suara akal sehat bagi gereja dan bangsa Indonesia. Kiprahnya mulai dari Dewan Gereja-gereja di Indonesia sampai Dewan Gereja-gereja sedunia. Meskipun ia bukan seorang militer, namun ia jadi ketua Komisi Militer Indonesia dalam perundingan di Nederland untuk melapangkan jalan peralihan kedaulatan dari pihak Belanda ke pihak Indonesia secara damai dan baik-baik. Sembilan negara Asia, Eropa, dan Amerika memberikan tanda jasa kepada Leimena.

Untuk generasi sekarang, Leimena merupakan tokoh masa lalu yang patut dikenal sebagai model. Kita mempunyai banyak pemimpin, tetapi adakah pemimpin yang betul-betul jujur sehingga patut dijadikan teladan? Adakah pemimpin yang bersih dari gila kuasa dan gila harta, sehingga semua orang ingin mencontoh dia? Justru generasi masa kini perlu mengenal Leimena karena pemikiran dan teladannya. Ia adalah pemimpin yang diberi karunia yang langka, yaitu karunia hati nurani.

Siapa yang pernah bertatap muka dengan Johannes Leimena akan terhenyak melihat raut wajah yang bersahaja, teduh, dan berwibawa. Saya beruntung pernah beberapa kali bertemu dengan dia dalam pertemuan PGI di Salemba. Namun, bukan itu yang saya kenang. Saya terkenang bertemu dia ketika Leimena memimpin sidang-sidang Konstituante RI di Bandung. Ketika itu saya masih pelajar SMP yang bercelana pendek dan tiap malam duduk di balkon Gedung Konstituante. Pada suatu malam saya meminta tanda tangannya. Leimena menatap saya dengan serius lalu dengan senyum dikulum, dia menepuk pundak saya.

Penulis adalah pengarang buku-buku renungan Seri Selamat BPK Gunung Mulia

Tidak ada komentar: